Selasa, 26 Oktober 2010

Obat tak tercampurkan

S


Sulfonalum
OTT Fisik dengan Chlorali Hydras, karena membuat campuran lembab.

Sulfonamida-sulfonamida
OTT  dengan garam-garam natrium, karena bereaksi basa kuat dan sedikit banyak peka terhadap penambahan asam.

Sulfur
OTT karena dapat dioksidasi.
OTT dengan Acidum Picricum, karena dapat meledak jika digerus begitu saja dalam lumpang, dan jelas meledak jika digerus bersama-sama dengan sulfur.
OTT dengan Aqua Laurocerasi, oleh Kalsium Hidroksida dapat membentuk benzaldehid dan kalsiumsianida.
OTT dengan Hydrargyrum c. Creta, karena akan membentuk HgS hitam.
OTT dengan Kalii Carbonas, karena jika dicampur dengan Glycerinum c. Amylo yang telah didinginkan akan berwarna coklat walaupun reaksi ini terjadi lebih lambat.
OTT dengan Kalii Chloras, karena akan terjadi ledakan jika digerus.
OTT dengan Sol. Calcii Hydroxydi, karena sulit dalam pembuatan dan tanpa penambahan etanol, sulfur tidak mungkin akan terbagi rata dan juga terjadi reaksi-reaksi lainnya dimana Kalsium Hidroksida dengan belerang akan membentuk sulfide dan polisulfida (terlihat pada warna kuning dari larutan).



T

Tablet-Tablet A.P.C.
OTT dengan kofeina, karena akan terjadi penguraian dari asam salisilat.

Talcum Venetum yang mengandung besi akan terjadi warna tua dari salep yang disebabkan oleh dipercepatnya oksidasi dari pirogalol.

Tannalbuminum
OTT farmakologi dengan Sol. Calcii Hydroxydi, karena Tannalbumin harus mulai bekerja dalam isi usus yang bereaksi basa.

Tanat-Tanat sukar larut.

Tanninum
OTT karena dapat dioksidasi.
OTT fisik dengan alkaloida-alkaloida, karena dapat mengendapkan garam-garam alkaloida dari larutan-larutan.
OTT fisik dengan Aluminii et Kalii Sulfas, karena terbentuk endapan.
OTT fisik dengan Antipyrinum, karena dapat mengendapkan Antipyrinum.
OTT fisik dengan Dec. Althaeae, karena akan terbentuk endapan yang kasar.
OTT fisik dengan Dec. Amyli, karena akan terbentuk endapan yang kasar.
OTT fisik dengan Dec. Lichen. Island, karena akan terbentuk endapan yang kasar.
OTT fisik dengan Dec. Lini, karena akan terbentuk endapan yang kasar.
OTT dengan Ferri Chloridum, karena akan memberikan persenyawaan yang berwarna tua, hitam, coklat, atau hijau.
OTT dengan Gummi Arabicum, karena menyebabkan tannin berwarna kuning tua kemudian berwarna hijau.
OTT fisik dengan Mucilago Saleb yang panas dapat menyebabkan penggumpalan endapan, sedangkan dengan saleb yang dingin dapat menyebebkan pemisahan.
OTT dengan Natrii Bicarbonas, karena menyebabkan berwarna tua.
OTT fisik dengan Novocainum, karena dapat mengendapkan Novocainum.
OTT dengan penisilina, karena dapat menyebabkan penisilina tidak aktif.
OTT dengan Sol. Ammon Spir. anis., karena menyebabkan berwarna tua.
OTT dengan Zinci Oxydum, karena akan terbentuk massa yang sangat keras.

Targesina
OTT dengan Sol. Adrenalini, karena pengendapan yang disebabkan oleh reaksi asam yang berasal dari larutan Adrenalina.
OTT dengan Sol. Privini, karena pengendapan yang disebabkan oleh reaksi asam yang berasal dari larutan Privini.

Tembaga
OTT dengan Aminophyllinum, karena menyebabkan warna ungu yangdisebabkan oleh reaksi antara Etilendiamida dan sespora tembaga dari cetakan.

Teofilina Natriumanisat
OTT dengan Acidum Ascorbicum, karena akan menggumpal menjadi satu dan berwarna coklat.

Terpini Hydras
OTT dengan Dioxybenzolum, karena dapat menyebabkan campuran menjadi lembab.
OTT dengan β-Naphtolum, karena dapat menyebabkan campuran menjadi lembab.

Theobrominum
OTT dengan Calcium et Natrii Salicylas, karena bereaksi basa atau basa lemah.
OTT dengan Natrii Benzoas, karena mempertinggi kelarutan dari Theobrominum.
OTT dengan Natrii Salicylas, karena mempertinggi kelarutan dari Theobrominum.

Theobrominum Natriicum et Natrii Acetas
OTT dengan asam-asam, maka Theobromina dan asam akan terpisah.
OTT dengan garam-garam alkaloida, karena akan bereaksi basa kuat dan Theobromina akan diendapkan.
OTT karena bereaksi basa.

Theobrominum Natricum et Natrii Salicylas dan sediaan-sediaan sejenisnya, reaksi basa dapat menyebabkan OTT.
OTT dengan Aethylis Nitris cum Spiritus, karena campuran menjadi berwarna merah dan oleh reaksi asam dari campuran, terjadi suatu endapan.
OTT dengan Aminophyllinum, karena akan mengendapkan Theobromina.
OTT dengan Ammonii Chloridum, karena akan mengendapkan Theobromina.
OTT dengan Antipyrinum c. Coffeinum et Acido Citrico, karena dapat terjadi pelelehan.
OTT dengan Atropini Sulfas, karena menyebabkan terurainya Atropini Sulfas dalam lingkungan basa.
OTT dengan Camphora, karena dapat terjadi pelelehan.
OTT dengan Chlorali Hydras, karena dapat terjadi pelelehan.
OTT dengan Digitalis Folium, karena dapat menguraikan Digitalis.
OTT dengan garam-garam Alkaloida, karena akan bereaksi basa kuat tak tercampurkan.
OTT dengan garam-garam Amonium, karena akan mengendapkan Theobromina.
OTT dengan Migrainum, karena dapat terjadi pelelehan.
OTT dengan Natrii Bicarbonas, karena dapat mengendapkan Theobromina.
OTT dengan Papaverini Hydrochloridum, karena Theobromina akan diendapkan oleh reaksi asam lemah.
OTT dengan Phenolum, karena dapat terjadi pelelehen.
OTT dengan Pyrogallolum, karena dapat terjadi pelelehan.
OTT dengan Sol. Nitroglycerini, karena akan menguraikan Sol. Nitroglycerini oleh reaksi basa.
OTT dengan zat-zat yang bereaksi asam, karena akan memisahkan Theobromina.

Theophyllinum
OTT karena menyebabkan reaksi netral.

Theophyllinum Natricum et Natrii Acetas
OTT karena bereaksi basa atau basa lemah.

Thymolum dalam larutan-larutan etanol, karena menyebabkan pemisahan dari zat yang terlarut di dalam etanol.
OTT dengan Acetanilidum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Aethylis Carbaminas, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Amidopyrinum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Antipyrinum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Antipyrinum c. Coffeino et Acido Citrico, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Borneolum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Butychlorali Hydras, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Camphora, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Camphora Monobromata, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Chlorali Hydras, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Chlorbutanolum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Guaiacolum, karena terjadi pelelehan.
OTT dengan Gummi Arabicum, karena membentuk endapan putih.
OTT dengan Hexaminum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Mentholum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Methylacetanilidum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Migrainum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Phenacetinum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Phenolum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Phenylis Salicylas, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Phenylurethanum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Pyramidon, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Pyrocatechinum, karena dapat menyebabkan pelelehan.
OTT dengan Santoninum,karena dapat menyebabkan lembab.
OTT dengan Sulfanilamidum, karena dapat tetap mencair pada suhu kamar.
OTT dengan Sulfonalum, karena dapat menyebabkan pelelehan yang sempurna.

Timbalbromida
OTT karena sukar larut dalam air.

Timbalchlorida
OTT karena sukar larut dalam air.

Timbaliodida
OTT karena sukar larut dalam air.

Timbalmekonat
OTT karena sukar larut dalam air.

Timbalsulfat
OTT karena membentuk garam basa sulfat yang sukar larut dalam air.

Tinctura Benzoas
OTT karena menyebabkan salep berwarna jingga-merah.

Tinctura Catechu
OTT dengan Aethylis Carbaminas karena dapat mempertinggi kelarutan.

Tinctura Chinae
OTT dengan Iod-Iodkalium karena dapat menyebabkan pengendapan.
OTT dengan Tinctura Strychni karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Colae
OTT dengan Tinctura Strychni karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Gentianae
OTT dengan Tinctura Strychni karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Lobeliae
OTT dengan Ephedrinum karena menghasilkan campuran yang berwarna kuing dan tercium bau yang menyerupai amina.

Tinctura Myrrhae
OTT dengan air karena dapat menyebabkan pemisahan dari zat yang terlarut di dalam etanol.
OTT dengan Spiritus Cochleariae karena akan terjadi kekeruhan.

Tinctura Nervina Bestucheffi
OTT dengan Decoctum Chinae karena dapat menghasilkan endapan.
OTT dengan Kalii Chloras karena jika digerus bersama akan menimbulkan ledakan.
OTT dengan Kalii Iodidum karena tidak dapat bercampur.

Tinctura Opii
OTT dengan Tinctura Ratanhiae karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Opii erocata
OTT dengan Tinctura atau Vin. Chinae karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Rhei
OTT dengan Tinctura Strychni karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tinctura Rhei aquosa
OTT karena bereaksi basa atau basa lemah.

Tinctura Strophanti
OTT dengan Iodkalium karena dapat menyebabkan pengendapan.

Tinctura Strychni
OTT dengan Iod-Iodkalium karena dapat menyebabkan pengendapan.
OTT dengan Phenobarbitalum Natricum karena akan mengendapkan Tinctura Strychni.
OTT dengan Phenobarbitalum Natricum dan Calcii Bromidum karena dapat mengendapkan Phenobarbital dan menghasilkan warna biru pada endapan.
OTT dengan Tinctura Chinae karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.
OTT dengan Tinctura Colae karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.
OTT dengan Tinctura Gentianae karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.
OTT dengan Tinctura Rhei karena dapat terjadi kekeruhan dan terbentuknya endapan.

Tingtur-tingtur yang mengandung harsa
OTT dengan air karena akan menyebabkan pemisahan dari zat yang terlarut dalam etanol.

Tonica
OTT farmakologi dengan Hypnotica dan Sedativa karena berlawanan fungsi.
Tragakan
OTT dengan Bismuthi Subnitras karena akan membentuk gumpalan-gumpalan.
OTT dengan etanol karena akan menghasilkan endapan.
OTT dengan Gelatina karena dapat saling tidak tercampur karena tidak mempunyai muatan listrik yang sama.
OTT dengan Plumbi Acetas karena dapat menyebabkan pengendapan.
OTT dengan Sol. Plumbi Subacetatis karena dapat menghasilkan endapan.

Tripenelamini Hydrochloridum
OTT dengan Sengoksida karena setelah beberapa hari didiamkan akan tercium jelas bau dari benzaldehid yang disebabkan oleh pengaruh dari sengoksida.

Tryparsamida
OTT dengan sediaan-sediaan Antimon karena dipakai pada waktu yang sama akan berakibat buruk.

Tumenolammonium
OTT dengan asam-asam karena akan terurai.
OTT dengan basa-basa karena akan terurai.
OTT dengan garam-garam dari logam berat karena membentuk persenyawaan yang tidak dapat bercampur.
OTT dengan garam-garam Kalsium karena membentuk persenyawaan yang tidak dapat bercampur.
OTT dengan garam-garam Magnesium karena membentuk persenyawaan yang tidak dapat bercampur.
OTT dengan Oleum Sesami dan Sol. Calcii Hydroxydi karena akan memecah emulsi.

Tutokaina
OTT farmakologi dengan sediaan Sulfa karena mempunyai kerja yang berlawanan.


U

Unguentum c. decubitum
Juga mengandung PbSO4 yang diendapkan secara kasar.

Unguentum Diachylon
OTT dengan Aethylis Aminobenzoas karena menjadi berwarna kuning sampai jingga.

Unguentum Glycerinin
OTT dengan Acidum Tartaricum karena akan dihidrolisis oleh asam.

Ureum
OTT dengan Calcii Chloridum karena tak dapat dibuat dengan pemanasan pada suhu 100º C karena terbentuk endapan CaCO3
OTT dengan garam-garam Kinina karena sangat mempertinggi kelarutan dari garam-garam kinina.



V

Valerianas Chinini
OTT dengan Barbitalum karena tercium bau yang kuat dari asam valriat, yang disebabkan oleh pengaruh dari barbital yang bereaksi asam pada alkaloida.



W

Wetting Agents
Zat-zat kation dan anion aktif tercampurkan dengan yang tak-ionogen, akan tetapi kedua-duanya satu sama lain tak tercampurkan.



Z

Zat samak Catechu
OTT dengan Gummi Arabicum karena akan berwarna tua.
OTT dengan Saleb karena akan menghasilkan gumpalan-gumpalan.

Zat-zat yang bereaksi basa
OTT dengan garam-garam Alkaloida karena akan mengendapkan alkaloida.
OTT dengan garam-garam Amonium karena akan membebaskan NH3 sehingga pH naik.
OTT dengan garam Raksa karena akan mengurai raksa.
OTT dengan Glukosa karena menjadi berwarna tua dan terurai.
OTT dengan Santoninum karena akan terbentuk santoninat-santoninat yang dapat larut dalam lambung.
OTT dengan zat-zat yang mengandung Antrachinon karena akan berwarna merah.
OTT dengan zat-zat samak karena akan berwarna tua.
OTT dengan minyak-minyak, lemak-lemak, salol, anestesina, asam asetil asetat karena dapat bereaksi penyabunan.

Zat-zat yang menimbulkan kejang
OTT dengan Spasmolytica.

Zat-zat yang kontras: Diodon
OTT dengan penisilina karena terjadi perombakan secara katalitik.
OTT dengan antibiotika karena terjadi perombakan secara katalitik.

Zat-zat samak
OTT dengan Alkaloida-alkaloida karena mengendapkan alkaloida dari larutan garamnya.
OTT dengan Ferri Chloridum karena tidak dapat larut dan berubah warna menjadi tua.
OTT dengan garam-garam Besi karena tidak dapat larut dan berubah warna menjadi tua.
OTT dengan garam-garam dari logam berat karena tidak dapat larut.
OTT dengan Gelatina karena tak dapat larut.
OTT dengan Glukosida karena akan mengendapkan glukosida.
OTT dengan Gummi Arabicum karena menjadi berwarna tua.
OTT dengan Hexaminum karena akan mengendapkan Hexaminum.
OTT dengan Mucilago Saleb karena menghasilkan endapan.



Siklus Sel

SIKLUS SEL
Sel adalah unsur terkecil yang menyusun suatu organisme. Dalam perjalanan hidupnya, sel tidaklah statis, namun ia senantiasa melakukan kegiatan memperbayak diri Dalam konteks perkembangbiakan pembelahan sel bertujuan agar reproduksi dan embriyogenesis dapat berkelanjutan. Sel induk gamet (gametogonium) harus terlebih dahulu berploriferasi, setelah itu gametosit mengalami pembelahan reduksi. Bila pembuahan terjadi, maka embriogenesis terjadi, yang pada prinsipnya berlangsung dengan cara perbanyakan sati sel zygote menjadi ribuan sampai milyaran sel.
Peristiwa tersebut selalu terulang dalam perjalanan hidupnya dan membentuk sebuah siklus yang dinamakan Siklus Sel. Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme hidup sangatlah bergantung pada pertumbuhan dan perbanyakan sel itu sendiri. Hal yang demikian dikenal dengan istilah pembelahan
Keseimbangan ini tidak hanya berkenaan dengan hubungan timbal balik dengan volume, tetapi menyatakan secara langsung hubungan timbal balik secara kimia.
Secara umum setiap sel mempunyai dua periode dalam siklus selnya yaitu periode interfase dan periode pembelahan. Siklus ini diulang pada setiap generasi sel, tetapi lamanya siklus sangat bervariasi pada jenis sel yang berbeda. Beberapa ada yang memiliki siklus yang pendek dengan seringnya pembelahan yang terjadi, sebagian lainnya memiliki siklus yang panjang atau bahkan mengalami interfase sepanjang kehidupan organisme ( contoh: sel syaraf ).
Selama pembelahan sel, inti mengalami serangkaian perubahan yang komplek, namun teratur dan tetap. Beberapa hal sangat terlihat jelas pada saat pembelahan, diantaranya yaitu menghilangnya anak inti dan pembungkus inti, unsur kromatin memadat membentuk kromosom. Kromosom selalu berada di dalam inti. Namun selama periode interfase umumnya kromosom tidak terlihat karena terletak tersebar dan komponen makromolekulnya terdistribusi longgar di dalam molekul inti.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa secara umum periode sel terdiri dari dua periode yaitu periode interfase (istirahat/senggang) dan periode pembelahan. Di sini periode interfase terbagi atas periode G dan S. G berasal dari kata gap (senggang) dan S berasal dari kata synthesis.
Periode G1 adalah periode sel aktif mansintesa ARN dan protein. Inti dan sitoplasma membesar. Lamanya 30-40% dari waktu daur. Sel bersiap untuk mitosis.
Periode S adalah periode aktif mensintesa AND anak yang disebut replikasi. Lamanya juga 30-40% dari waktu satu daur. Pada akhitnya terjadi penggandaan kromatin.
Periode G2 adalah persiapan sitoplasma untuk membelah, lamanya 10-20% dari waktu daur. G2 segera disusul dengan pembelahan sesungguhnya (M= mitosis).

Pembelahan Sel
Daerah Pembelahan Sel
Dalam proses pembelahan sel terdapat daerah tertentu pada sel sebagai tempat terjadinya pembelahan. Daerah demikian disebut sebagai “daerah pembelahan” yang dibagi atas:
1. Nucleus (inti sel)
Proses pembelahan pada inti sel disebut karyokinesis (karyon = inti; kinesis = kejadian atau gerakan).
2. Cytoplasma
Proses pembelahan pada sitoplasma disebut cytokinesis (cytus = sel).
Karyokinesis mengalami pembelahan terlebih dahulu, untuk kemudian diikuti dengan cytokinesis.

Mekanisme Pembelahan Sel (Mitosis)
Pembelahan sel menampakkan keaktifan mitosis dan sitokinesis sebagai perubahan yang terus-menerus. Mitosis memiliki beberapa fase antara lain: profase, metafase, anafase, dan telofase. Mitosis berasal dari kata mitos yang berarti benang, disebut demikian karena dalam prosesnya terbentuk benang-benang kromosom dalam inti. Pembelahan semacam ini terjadi pada seluruh jaringan tubuh, baik jaringan somatic (vegetatif) maupun jaringan germinatif (generatif). Dalam mitosis, karyotipe yabf 2 N (diploid) pada sel induk akan tetap 2 N pada sel anak.
Mitosis terjadi pada sel jaringan yang selalu bersifat muda dan mampu membelah diri terus menerus (neristematis). Dibagi atas dua fase utama, yaitu:
1. Persiapan (interfase)
2. Pembelahan (mitosis)

1. Persiapan (interfase), terbagi atas tiga periode:
a. Periode G1 (Gap 1); waktu senggang
Periode sel sedang aktif mensintesa ARN (transkripsi) dan protein (transisi) serta membentuk sitoplasma baru, yang nantinya merupakan bahan untuk membina sel anak. Peristiwa ini mendorong inti dan sitoplasma membesar. Lama G1 30-40% dari waktu daur.

b. Periode S (sintesa)
Merupakan masa aktif mensintesa ADN (replikasi). Dengan replikasi terbentuk bahan genetic baru yang persis sama susunan AND-nya dengan yang lama. Dengan demikian sel anak mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk.

c. Periode G2
Merupakan masa persiapan sitoplasma untuk membelah dan merampungkan bahan yang disintesa pada periode G1. Nucleus masih nyata dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nucleoli. Dua sentrosom (pusat organisasi mikrotubul) muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari sentrosom tunggal (pada sel hewan setiap sentrosom mempunyai ciri terdiri atas sepasang sentriol). Mikrotubul meluas dari sentrosom dalam susunan radial dinamakan aster (stars = bintang). Kromosom telah menduplikasi (selama fase S) tetapi dalam keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk serabut kromatin yang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua. Lamanya 10-20% dari waktu daur. Periode ini segera disusul oleh pembelahan (mitosis).

2. Pembelahan (mitosis), memiliki 4 fase yaitu:
a. Profase (fase awal)
Pada periode ini terjadi perubahan pada nucleus dan sitoplasma. Pada nucleus, nukleuli menghilang. Serabut-serabut kromatin menjadi lebih menggulung rapat dan melipat sehingga kian pendek dan tebal berubah menjadi kromosom, yang besar dan tampak jelas. Kromosom kemudian berduplikasi menjadi dua kromatid anak yang sama, dan kemudian bergabung pada sentromer. Spindle mitosis terbentuk di sitoplasma, tersusun dari mikrotubul dan bergabung dengan protein, tersusun teratur di antara dua sentrosom. Selama profase sentrosom bergerak berlawanan satu sama lain dan nampaknya bergerak sepanjang permukaan inti melalui pemanjangan berkas mikrotubul diantara dua sentrosom.

b. Prometafase
Selama prometafase membrane inti terpotong-potong. Mikrotubul dari spindle sekarang dapat masuk ke dalam inti dan berhubungan dengan kromosom yang telah menjadi lebih padat. Berkas mikrotubul dinamakan serabut spindel, yang meluas dari setiap kutub kea rah ekuator sel. Setiap kromatid dari kromosom kini memiliki struktur khusus yang dinamakan kinetokor, yang terletak pada daerah sentromer. Mikrotubul yang menambat pada kinetokor dinamakan mikrotubul-kinetokor. Struktur ini menyebabkan kromosom bergerak. Mikrotubul yang lain, mikrotubul-nonkinetokor, tersusun radier dari kutub menuju ke ekuator sel tanpa menambat pada kromosom.

c. Metafase
Sentrosom berada pada kedua kutub sel yang berlawanan. Kromosom berada pada bidang metaphase, bidang yang mempunyai jarak yang sama antara spindle kedua kutub. Spindel sentromer dari semua kromosom lurus satu sama lain pada bidang metaphase. Untuk setiap kromosom, kinetokor dari permukaan kromatid anak berlawanan kutub sel. Karena itu kromatid yang sama dari setiap kromosom menambat pada mikrotubul-kinetokor yang tersusun radier dari kutub yang berlawanan dari sel induk. (Serat gelendong terbentuk sempurna antara kutub, kromosom menggantung pada serat gelendong tersebut lewat sentromernya, dan semua bergerak ke bidang ekuator hingga kromosom terletak pada satu bidang datar)

d. Anafase (fase kembalinya kromosom ke kutub bersebrangan.)
Sentromer dari setiap kromosom mengganda, sehingga setiap kromatid memiliki sentromer sendiri-sendiri. Setiap kromatid sekarang dianggap sebagai calon kromosom. Spindle mulai menggerakkan kromatid menuju kutub sel yang berlawanan. Hal ini dikarenakan mikrotubul kinetokor menambat pada sentromer. Mikrotubul kinetokor memendek ketika kromosom mendekati kutub sel. Pada saat yang bersamaan kutub dari sel juga bergerak lebih jauh. Akhir dari anafase kedua kutub sel sama jaraknya dan merupakan kumpulan dari kromosom.

e. Telofase (fase akhir. Pada fase ini sel induk menjadi dua sel anak.)
Pada fase telofase, mikrotubul nonkinetokor selalu memanjang dan anak inti mulai terbentuk pada kedua kutub sel, dan kromosom berada dalam keadaan terhimpun. Membrane inti terbentuk dari potongan-potongan membrane inti sel induk dan bagian lain dari system endomembran. Pada fase profase dan prometafase selanjutnya nucleoli nampak kembali dan serabut kromatin dari masing-masing kromosom menjadi kurang erat memilin. Mitosis merupakan pembelahan dari satu inti menjadi dua inti yang secara genetic sama.
Sitokinesis
Sitokinesis terjadi setelah pembelahan karyokinesis selesai. Kemudian disusul pembentukan sitoplasma bagi tiap inti baru. Periode G1 dan G2 dikonkritkan di sini.

Di daerah bidang ekuator terjadi invaginasi yang membentuk ceruk pada kedua sisi, yang makin lama makin dalam, dan akhirnya bertemu dengan mikrotubuli serat gelendong. Mikrotubuli bersama dengan mikrofilamen ikut membentuk gentingan. Bersamaan dengan itu terbentuk vesikula di bidang ekuator. Vesikula kemudian bersatu sehingga terbentuk dua membran sel. Sebelum kedua sel anak terpisah sempurna, terlebih dahulu terjadi penggandaan organel.
Sedangkan sitokinesis secara lebih terperinci memperlihatkan proses yang berbeda antara sel hewan dan tumbuhan. Pada sel hewan, sitokinesis terjadi melalui proses yang dikenal sebagai pembelahan. Tanda peretama dari pembelahan adalah nampaknya alur yang membelah, terletak pada permukaan sel dekat bidang metaphase induk, dimulai dengan alur yang dangkal. Pada sisi sitoplasma dari alur terdapat cincin kontraktil dari mikrofilamen yang tersusun dari protein aktin. Protein ini mempunyai fungsi utama yang sama dengan yang terjadi pada peristiwa kontraksi otot, dan gerakan sel. Bila cincin dari mikrofibril berkontraksi dan diameternya mengecil maka alur pembelahan menjadi lebih dalam sampai sel induk menggenting menjadi dua. Jembatan terakhir antara dua sel anak mangandung spindel mikrofibril, yang akhirnya pecah meninggalkan dua sel baru yang memisah.
Pada sel tumbuhan yang mempunyai dinding sel berbeda, saat sitokinesis tidak terdapat alur pemisah, namun terdapat suatu struktur yang dinamakan “bidang sel”. Bidang sel terbentuk selama telofase melintang di tengah-tengah sel induk. Gelembung-gelembung dari apparatus golgi didorong sepanjang mikrotubul ke tengah sel, meluas membentuk bidang sel. Peleburan gelembung membentuk dua membran yang seringkali bergabung dengan membran plasmanya masing-masing. Dinding sel baru terbentuk antara dua membran dari bidang sel.
Sitokinesis terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Disjunctive
Sitokinesis yang disjunctive, menghasilkan sel-sel anak yang lepas-lepas. Contoh: profiliferasi limfosit dalam reaksi immune, sehingga terbentuk klon. Sel tidak berhubungan / berlekatan satu sama lain.

2. Astral
Sitokinesis astral menghasilkan sel-sel anak yang masih berhubungan / berlekatan. Contoh: cleavage pada zygote membentuk blastula. Tiap sel dalam blastula (blastomer) masih berlekatan dan berhubungan. Hubungan antara sel bersebelahan berupa gap junction, yang merupakan tempat keluar masuk / transport berbagai bahan bermolekul kecil, ion, air, dan juga terjadi perimbangan muatan listrik.

Struktur dan Fungsi Spindel Mitosis (Gelendong Pembelahan)
Peristiwa mitosis bergantung pada suatu struktur yang dinamakan spindel mitosis (gelendong pembelahan), yang mulai terbentuk di sitoplasma selama profase. Struktur ini terdiri atas serabut-serabut yang terbuat dari mikrotubul yang bergabung dengan protein.
Sementara spindel mitosis terakit, mikrotubul dari sitoskeleton secara parsial terurai, mungkin memberukan bahan untuk digunakan membangun spindel. Spindel mikrotubul memanjang melalui penggabungan banyak unit protein tubulin. Banyak mikrotubul sejajar membentuk berkas yang cukup besar yang dinamakan serabut spindel. Perakitan spindel mikrotubul dimulai di sentrosom (microtubule organizing center).
Mikrotubul adalah polar yang berbeda ujungnya (positif & negatif). Suatu mikrotubul panjangnya dapat berubah melalui penambahan atau pengurangan protein tubulin hanya pada ujung positif. Ujung positif spindel mikrotubul adalah ujung yang jauh dari sentrosom. Sedangkan ujung negatif merupakan ujung yang dekat dengan sentrosom. Pada sel-sel hewan, sepasang sentriol terdapat pada pusat dari sentrosom, namun struktur ini tidaklah penting bagi pembelahan sel. Berbeda dengan sel hewan, sentrosom dari sel tumbuhan tidak memiliki sentriol. Penelitian menunjukkan bahwa apabila sentriol dari sel hewan dirusak dengan sinar laser mikro, spindel tetap terbentuk dan berfungsi selama mitosis.

Meiosis
Meiosis adalah bentuk pembelahan inti yang sangat penting diantara reproduksi seksual organisme. Meiosis terjadi pada organisme ekuariot, yang selnya mengandung jumlah kromosom diploid. Dioploid berarti rangkap, dalam artian bahwa informasi genetik pada salah satu kromosom dapat dijumpai pada bentuk yang sama ( atau termodifikasi) pada kromosom kedua didalam inti. Kedua kromosom membentuk pasangan sedemikian yang dinamakan homolog. Sel diploid manusia mengandung 46 kromosom, atau 23 pasang homolog ke 46 kromosom dari zigote terbentuk dari fertilisasi, yang berasal dari sel sperma dan sl telur yang masing-masing gamet memberikan satu anggotanya dari setiap pasangan homolognya.
Pemembelahan meiosis terdiri atas 2 tahap yaitu:
1. Meiosis pertama (I)
2. Meiosis kedua (II).

Masing-masing memiliki ke-4 fase: profase, metafase, anafase, dan telofase. Istirahat antara kedua tahap disebut interkinesis. Profase meiosis I dibagi atas 5 sub-tahap: leptoten, zigoten, pakiten, diloten, dan diakinesis.
1. Meiosis I
a. Interfase I
Meiosis didahului oleh interfase, dimana setiap kromosom mengalami proses replikasi. Proses ini menyerupai pada replikasi kromososm mitosis. Untuk setiap kromosom, stiap kromatid ( anak) menyerupai sifat genetik yang sama menambat pada sntromer. Ada sepasang sentriol (pada sel hewan) juga mengalami replikasi untuk membentuk dua pasang.

b. Profase I
Profase meiosis I dibagi atas 5 sub-tahap: leptoten, zigoten, pakiten, diloten, dan diakinesis.
1) Leptoten
Kromatin terpilin menjadi kromosom. Terdapat 2 pasang kromosom homolog
2) Zigoten
Kromosom homolog mengandeng; sebelah berasal dari kromosom induk (kromosom matroklin) dan sebelah lain dari kromosom bapak (kromosom patroklin). Dibeberapa tempat terjadi persilangan (chiasma; jamak: chiasmata).
Gambar 6. Proses miosis I

3) Pakiten
Kromosom homolog mengandeng rapat sepanjang lengannya, dari pangkal ke ujung terbentuk tetrade.
4) Diploten
Setiap kromosom membelah longitudinal membentuk dua kromatid, sentromer masih satu terjadi chiasmata pada beberapa tempat natara kromatid homolog; dari chiasmata timbul crossing over.
5) Diakinesis
Kromosam (kromatid) mencapai pilinan maksimal, sehingga mencapai besar maksimal pula. Kromosom homolog merenggang, nukleus menghilang, selapu inti hancur, sentriol menganda dan setiap pasang menuju kutub berseberangan.

c. Metafase I
Selapu inti menghilang, serat gelondong terbentuk anatara kedua pasang sentriol, yang terdiri dari: mikrotubuli dan mikrofilia. Kromosom (berpasangan homolog) bergerak ke bidang ekuator.

d. Anafase I
Sel memanjang dari kutub ke kutub. Kromosom homolog berpisah ke kutub berseberangan dan kromatid belum terbentuk.

e. Telofase I
Selaput inti terbentuk kembali. Sepasang sentriol berada dipinggir luar selaput. Cytokinesis terjadi, sehingga sel induk menjadi sel anak. Gametosit I pada akhir meiosis I menjadi gametosit II.

2. Meiosis II
Gambar 7. Proses Miosis II
a. Profase II
Masanya pendek sekali. Selaput inti hilang. Sentriol mengganda dan menuju ke kutub berseberangan inti. Kromatid disetiap kromosom belum terpia=sah. Sentromer masih satu.
b. Metafase II
Serat gelondong terbentuk antara pasangan sentriol. Kromosom (sepasang kromatid) yang menggatung pada serat gelondong lewat sentromer pindah ke bidang equator.

c. Anafase II
Sel memanjang dari kutub ke kutub menurut poros serat gelondong. Sentromer pada setiap pasangan kromatid membelah sehingga kromatid bersaudara lepas. Kromatid berpisah dan bergerak ke kutub berseberangan.

d. Telofase II
Kromatid terbuka kembali pilinannya, terlepas-lepas, menjadi jala halus: kromatin. Selaput inti terbentuk kembali. Nucleolus muncul, melekat pada kromatin. Terjadi sitokinesis, sehingga dari dua gametaosit II terbentuk 4 gametid. Gametid mengandung kromosom separuh dari sel induk, dari 2N pada gametosit I, menjadi 1N pada gametid.
Dengan proses transformasi gametid nanti akan berubah menjadi gamet, yakni sel benih matang. Meiosis menghasilkan gamet yang mengandung bahan genetis yang:
1. Separuh dari bahan gametogonium
2. Bervariasi, karena terjadinya crossing over pada profase I

Perbedaan Antara Mitosis dan Meiosis
Perbedaan Mitosis Meiosis
Interfase lama sebentar
Profase Sebentar; tidak ada subfase; hanya sekali Agak lama; dibagi atas subfase pada meiosis I; 2x; frofase II kromatid tidak menggandakan lagi
Terbentuknya kromosom Awal profase Pertengahan profase: pakiten
Kromosom homolog Tidak bergandeng Bergandengan pada zigoten sampai anafase meiosis I
Dan diploidTetrad, synapsis, metafase Tidak terbentuk Terbentuk pada pakiten dan diploid
Metafase, sentromer Membagi 2 sehingga kromatid berpisah Metafase I: belum menbagi 2
Metafase II: membagi 2
Anafase, kromatid Pindah ke kutub berseberangan Anafase I: kromosomhomolog pindah ke kutub berseberangan
Anafase II: kromatid pindah ke kutub bersebernaga
Telofase Terbentuk 2 sel anak masing-masing 2N Telofase I: terbentuk 2 sel anak masing-masing 2N
Telofase II: terbentuk 4 sel anak masing-masing 1N
Interkinesis Tidak ada Ada, antara meiosis I dan meiosis II
Terjadi pada Jaringan somatif dan germinatif Hanya pada germinatif

Mitosis adalah proses pembagian genom yang telah digandakan oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Mitosis umumnya diikutisitokinesis yang membagi sitoplasma dan membran sel. Proses ini menghasilkan dua sel anakan yang identik, yang memiliki distribusi organel dan komponen sel yang nyaris sama. Mitosis dan sitokenesis merupakan fase mitosis (fase M) pada siklus sel, di mana sel awal terbagi menjadi dua sel anakan yang memiliki genetik yang sama dengan sel awal.
Mitosis terjadi hanya pada sel eukariot. Pada organisme multisel, sel somatik mengalami mitosis, sedangkan sel kelamin (yang akan menjadi sperma pada jantan atau sel telur pada betina) membelah diri melalui proses yang berbeda yang disebut meiosis. Sel prokariot yang tidak memiliki nukleus menjalani pembelahan yang disebut pembelahan biner.
Karena sitokinesis umumnya terjadi setelah mitosis, istilah "mitosis" sering digunakan untuk menyatakan "fase mitosis". Perlu diketahui bahwa banyak sel yang melakukan mitosis dan sitokinesis secara terpisah, membentuk sel tunggal dengan beberapa inti. Hal ini dilakukan misalnya oleh fungi dan slime moulds. Pada hewan, sitokinesis dan mitosis juga dapat terjadi terpisah, misalnya pada tahap tertentu pada perkembangan embrio lalat buah.
asil utama dari mitosis adalah pembagian genom sel awal kepada dua sel anakan. Genom terdiri dari sejumlah kromosom, yaitu kompleks DNA yang berpilin rapat yang mengandung informasi genetik vital untuk menjalankan fungsi sel secara benar. Karena tiap sel anakan harus identik secara genetik dengan sel awal, sel awal harus menggandakan tiap kromosom sebelum melakukan mitosis. Proses penggandaan terjadi pada pertengaha intefase, yaitu fase sebelum fase mitosis pada siklus sel.
Setelah penggandaan, tiap kromosom memiliki kopi identik yang disebut sister chromatid, yang berlekatan pada daerah kromosom yang disebutsentromer. Sister chromatid itu sendiri tidak dianggap sebagai kromosom.

Regulasi Lac Operon

REGULASI LAC OPERON


LAKTOSA BAGI BAKTERI E. COLI

Laktosa adalah gula bisakarida yang tersusun atas glukosa dan galaktosa. Laktosa dapat diuraikan menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim  β-galaktosidase. Bakteri E. coli dalam hidupnya dapat memanfaatkan baik laktosa maupun glukosa tergantung gula mana yang tersedia dilingkungan. Bakteri E. coli mempunyai kemampuan mensintesis  β-galaktosidase sehingga bila laktosa yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon maka bakteri tersebut akan mampu mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Namun bila tersedia laktosa dan glukosa maka bakteri akan memilih glukosa sebagai sumber karbon, karena glukosa merupakan gula yang lebih langsung dimanfaatkan dalam proses metabolisme.





OPERON LAKTOSA

Dalam penjelasannya Jacob dan Monod memperkenalkan istilah operon, yang mempunyai pengertian sekelompok gen yang diapit secara bersamaan oleh sepasang promotor dan terminator. Gen-gen pada satu operon akan diekspresikan secara bersamaan
melalui inisiasi transkripsi pada promotor yang sama dan berakhir pada terminator yang sama. Pada operon laktosa terdapat tiga gen yaitu lacZ, lacY, dan  lacA. yang masing-masing menyandikan beta-galaktosidase, permease, dan transasetilase. Gen-gen yang berada pada satu operon mempunyai hubungan fungsi dalam metabolisme.

REGULASI EKSPRESI OPERON LAKTOSA

Pengaturan ekspresi operon laktosa dilakukan oleh suatu protein regulator yang akan berinteraksi dengan promotor, yang akan menentukan berjalan atau inisiasi transkripsi yang dilakukan oleh transkriptase. Protein pengatur dihasilkan oleh gen regulator, yaitu gen yang produk ekspresinya berperan mengatur ekspresi gen lain. Dalam kasus operon laktosa terdapat dua gen regulator yaitu gen lac-i dan gen crp. Gen lac-i berhubungan dengan kehadiran laktosa, sedangkan gen crp berhubungan dengan kehadiran glukosa. Gen yang diatur tersebut dinamakan gen struktural, sebagai contoh gen  lacZ,  lacY, dan  lacA pada operon laktosa. Jadi gen regulator berperan mengatur ekspresi gen struktural.

MEKANISME REGULASI SECARA UMUM

Gen  lac-i akan menghasilkan suatu polipeptida, yang kemudian setiap empat polipeptida akan membentuk satu molekul protein tetramer yang berperan sebagai regulator. Dalam proses regulasi, protein tetramer ini akan menempel pada suatu wilayah promotor yang disebut operator. Penempelan itu terjadi karena ada kecocokan tertentu antara runtunan basa operator dengan protein regulator. Akibat adanya protein regulator yang menempati wilayah operator maka transkriptase tidak dapat melakukan inisiasi transkripsi, sehingga gen-gen yang terdapat di belakang promotor menjadi tidak terekspresi. Protein regulator seperti di atas bersifat menghalangi atau menekan terjadinya transkripsi, maka disebut represor. Lawan sifat dari represor disebut aktivator, yaitu yang bersifat mendorong terjadinya ekspresi gen.



1.
 
MEKANISME REGULASI OPERON LAKTOSA ( LAC OPERON )

 



























                     

PENJELASAN :
  1. Keadaan tidak ada Laktosa dalam sel
Bila tidak ada laktosa dalam sel, maka protein repressor tidak ada yang mengblok sisi aktifnya, sehingga mendatangi bagian operator ( Lac O ) atau dengan kata lain protein repressor bisa ditangkap oleh operator. Akhirnya gen Lac Z, Lac Y dan Lac A tidak dapat diekspresikan menjadi protein.
  1. Bila di dalam sel dijumpai laktosa, sisi aktif dari protein akan terisi oleh Laktosa tersebut sehingga protein repressor ( Prot I ) menjadi inaktif, karena sisi aktif sudah terisi laktosa, maka protein repressor ini tidak dapat mengblok bagian operator. RNA polimerase ( dapat merangsang terekspresinya gen )  dapat mengblok bagian operator, sehingga selanjutnya masing-masing gen pada operon ditranskripsi menjadi mRNA dan selanjutnya ditranslasikan menjadi protein Z ( beta-galaktosidase ), protein Y ( permease ) dan protein A ( transasetilase ).



PENYIMPANGAN TRANSDUKSI SINYAL DAN KELAINAN MEMBRAN PADA AUTIS



Definisi
Leukemia limfoblastik akut (LLA) atau leukemia granulositik kronik adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak ditemukan pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal.

Etiologi
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah:
1.   radiasi ionik
      Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA.
2.   Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia
3.   Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia di atas 60 tahun
4.   Obat kemoterapi
5.   Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3
6.   Pasien dengan sindroma Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai risiko yang meningkat untuk menjadi LLA.

Patogenesis Molekular
Pada LLA dikenal kelainan yang disebut kromosom Ph. Pada kromosom Ph ini sebenarnya terjadi perpindahan yang bersifat resiprokal antara sebagian dari gen abl di kromosom 9 dan sebagian gen bcr di kromosom 22 sehingga terbentuk gen chimera yaitu gen bcr-abl. Sedikitnya ada dua varian gen bcr-abl ini yaitu varian yang membentuk protein p210 dan varian yang membentuk protein p190.
Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.
Kelainan yang lain yaitu -7, +8, dan karyotipe hipodiploid berhubungan dengan prognosis yang buruk; sedangkan t(10;14) dan karyotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progresi siklus sel, misalnya p16(INK4A) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi, dan penyusunan kembali gen (gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.

Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada <5% LMA dewasa dan 20%-30% LLA dewasa.

Biologi Molekular
Untuk menemukan translokasi t(9q,22q) pada leukemia granulositik kronik atau leukemia limfoblastik akut selain dengan cara karyotyping dapat juga dilakukan dengan teknik biologi molekular. Translokasi gen bcr (breakpoint cluster region) pada kromosom 22 ke gen abl (Abelson) pada kromosom 9 menyebabkan terbentuknya gen baru yaitu gen bcr-abl yang tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik masing-masing gen asalnya. Ada dua cara untuk mendeteksi translokasi ini secara biologi molekular.
Cara pertama adalah dengan memanfaatkan perbedaan titik potong pada untaian DNA yang terdapat di gen chimera dan yang terdapat pada masing-masing gen asalnya oleh enzim endonuklease restriksi. Setelah DNA dipotong dengan enzim tersebut lalu dilakukan elektroforesis, selanjutnya dilakukan transfer Southern ke membran nilon atau nitroselulosa. Pelacak DNA yang dapat dibeli secara komersial hanya akan berhibridisasi dengan potongan DNA yang berasal dari gen bcr-abl dan tidak akan berhibridisasi dengan potongan DNA yang berasal dari masing-masing gen asal. Jadi bila ditemukan hibridisasi pelacak DNA maka itu berarti terjadi translokasi, demikian pula sebaliknya. Dengan teknik ini dapat dibuktikan bahwa titik pisah yang terdapat pada gen bcr sedikitnya ada dua tempat, yang diduga berhubungan dengan jenis krisis blastik yang terjadi pada pasien LGK.
Cara kedua adalah dengan teknik rt-pcr. Teknik ini memanfaatkan perbedaan yang terjadi pada transkripsi DNA gen menjadi mRNA, mRNA yang berasal dari fusi gen bcr-abl tentu berbeda urutan basanya dengan urutan basa mRNA yang berasal dari transkripsi masing-masing gen asal. Dengan menggunakan primer yang hanya dapat beranneal dengan gen fusi, maka tentu saja bila fusi tidak terjadi tidak ada produk rt-pcr. Dengan menggunakan 2 pasang primer yang berbeda ternyata dapat ditemukan 2 jenis fusi gen bcr-abl yang tergantung dari letak titik pisah pada gen bcr. Kedua jenis gen fusi tersebut menghasilkan produk rt-pcr yang berbeda ukurannya yaitu masing-masing berukuran 456 bp dan 385 bp17. Pemeriksaan molekular untuk gen bcr-abl ini bermanfaat untuk melihat sisa penyakit minimal (minimal residual disease=mrd) pada pasien LGK yang mendapat transplantasi sumsum tulang, di samping itu juga untuk memantau terjadinya relaps atau kegagalan tumbuh transplant.

Terapi
Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi induksi remisi, intensifikasi atau konsolidasi, profilaksis susunan saraf pusat (SSP), dan pemeliharaan jangka panjang.

Terapi untuk B-ALL
Kebanyakan B-ALL tidak dapat diterapi dengan regimen LLA konvensional. Karena kecepatan proliferasi sel-sel leukemianya tinggi, maka diberikan terapi hyperfractionation dari siklofosfamid dosis tinggi dan metotreksat dosis tinggi Saat ini tidak ada terapi yang efektif untuk B-ALL yang refrakter atau relaps.
Siklofosfamid
            Siklofosfamid, alkilator yang paling banyak digunakan, ialah ester fosfamid siklik mekloretamin.Obat ini bersifat nonspesifik terhadap siklus sel dan efektif terhadap penyakit Hodgkin terutama dalam kombinasi dengan kortikosteroid dan vinkristin . Siklofosfamid merupakan salah satu obat primer terhadap neuroblastoma pada anak dan sering dikombinasikan dengan antikanker lain untuk leukemia limfoblastik pada anak. Karena berupa pro drug, maka efek siklofosfamid dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya. Sebaliknya, obat ini merangsang enzim mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain.


Metotreksat
Metotreksat adalah analog 4-amino, N10-metil asam folat. Pada leukemia limfoblastik akut pada anak, metotreksat sebagai obat tunggal memberi remisi lengkap pada 20% pasien; dalam kombinasi dengan prednison remis lengkap mencapai 80%.

Pengobatan batuk

Pengobatan Batuk
Terapi batuk pertama-tama hendaknya ditujukan pada mencari dan mengobati penyebabnya, misalnya antibiotika terhadap infeksi bacterial dari saluran pernafasan (bronchitis). Kemudian, baru dapat dipertimbangkan apakah perlu diberikan terapi simtomatis guna meniadakan atau meringankan gejala batuk, dan haruslah diadakan perbedaan antara batuk produktif dan batuk non-produktif. Untuk pengobatan simtomatis ini terdapat zat-zat dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam.

Jenis Batuk
1.       Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dan sebagainya) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka, pada dasarnya, jenis batuk ini tidak bleh ditekan. Tetapi, dalam prakteknya seringkali batuk yang hebat dapat mengganggu tidur dan melelahkan pasien, ataupun berbahaya, misalnya setelah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk diberikan terapi simtomatis dengan obat-obat pereda batuk.
Di samping dilarang merokok, biasanya dapat dilakukan pengobatan sebagai berikut:
a.       Uap air (mendidih) yang dihirup (inhalasi) guna memperbanyak secret yang diproduksi di tenggorokan. Caqra ini efektif dan murah, terutama pada batuk “dalam”, yakni bila rangsangan batuk timbulnya dari bawah pangkal tenggorokan. Seringkali minum banyak air juga bias menghasilkan efek yang sama.
Yang juga meringankan batuk adalah menghirup uap menthol aau minyak atsiri, dengan catatan bahwa cara pengobatan ini jangan diberikan kepada anak-anak di bawah usia 2 tahun. Alasannya adalah kemungkinan terjadinya kejang larynx (laryngospasm; reflex Kretschmer) yang dapat membahayakan jiwa anak.
b.       Emolliensia (L. mollis = lunak) memperlunak rangsangan batuk, “memperlicin” tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan selaput lender yang teriritasi. Untuk tujuan ini, banyak digunakan sirop (Thymi dan Althaeae), zat-zat lender (Infus Carrageen), dan gula-gula, seperti drop (akar manis), permen, pastilles isap, dan sebagainya.
c.       Ekspektoransia (Lat. Ex = keluar; pectus = dada) memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarannya dengan batuk, misalnya guaiakol, Radix Ipeca (dalam tablet/pulvis Doveri), dan amoniumklorida dalam Obat Batuk Hitam yang terkenal.
d.       Mukolitika: asetilsistein, karbosistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol.
2.       Batuk non-produktif
Bersifat “kering” tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga karena pengeluarannya memang tidak mungkin seperti pada tumor. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya, maka haruslah dihentikan. Untuk maksud ini, tersedia obat-obat yang berdaya menekan rangsangan batuk, yaitu zat-zat pereda, antihistaminika, dan anestetika tertentu.
a.       Zat-zat pereda. Kodein, noskapin, dekstrometorfan, dan pentoksiverin. Obat-obat ini dengan kerja sentral bekerja efektif, tetapi dapat menyebabkan ketagihan atau adiksi. Syukur sekali bahwa tidak ada satu obat pun yang dalam dosis terapeutis dapat menekan reflex batuk secara 100%, karena akan sangat berbahay berhubung dapat timbulnya bronchopneumonia.
b.       Antihistaminika: prometazin, difenhidramin, dan d-klorfeniramin. Obat-obat ini sering kali efektif pula berdasarkan efek sedatifnya dan terhadap perasaan mengelitik di tenggorokan. Antihistaminika banyak digunakan terkombinasi dengan obat-obat batuk lain dalam bentuk sirop OTC.
c.       Anestetika local: pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk ke pusat batuk.
Efektivitas dari ekspektoransia dan mukolitika untuk meringankan batuk menurut sejumlah peneliti masih diragukan, karena belum pernah dibuktikan tuntas secara ilmiah. Efek baik yang sering kali sihasilkan oleh obat-obat ini, diperkirakan berkat efek placebo yang terkenal besar pengaruhnya pada terapi batuk.

Obat-Obat Batuk
Antitussiva (L. tussis = batuk) atau obat batuk dapat dibagi menurut titik kerjanya dalam dua golongan besar, yakni zat-zat sentral dan zat-zat perifer.
A.      Zat-zat sentral. Obat-obat ini menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di sumsum-lanjutan (medulla) dan mungkin juga bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi (di otak) dengan efek menenangkan. Zat-zat ini dapat dibedakan antara yang dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan non-adiktif.
§  Zat-zat aktif: candu (Pulvis Opii, Pulvis Doveri), kodein. Zat-zat ini termasuk dalam kelompok obat yang disebut “opioid”, yakni obat-obat yang memiliki (sebagian)sifat farmakologi dari candu (opium) atau morfin. Berhubung adanya risiko ketagihan, obat-obat ini sebaiknya digunakan dengan hati-hati dan untuk jangka waktu singkat.
B.      Zat-zat perifer. Oba-obat ini bekerja di luar SSP, jadi di periferi dan dapat dibagi pula dalam beberapa kelompok yang sudah disebutkan pula di atas, yakni emolliensia, ekspektoransia dan mukolitika, anestetika local, dan zat-zat pereda.
§  Ekspektoransia: amonumklorida, guaniakol, Ipeca, dan minyak tebang. Obat ini bekerja melalui suatu reflex dari lambung yang menstimulasi batuk. Diperkirakan bahwa sekresi dahak yang bersifat cair diperbanyak secara reflektoris atau dengan jalan efek langsung terhadap sel-sel kelenjar.
§  Mukolitika: asetilkarbosistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol. Mukolitika memiliki gugus-sulfhydryl (-SH) bebas dan berdaya mengurangi kekentalan dahak (Lat. Mucus = lender, lysis = larut) dan mengeluarkannya. Senyawa sistein dan mesna membuka jembatan disulfide di antara makromolekul yang terdapat dalam dahak. Bromheksin dan ambroxol bekerja dengan jalan memutuskan “serat-serat” mucopolysaccharida.
Mukolitika digunakan dengan efektif pada batuk dengan dahak yang kental sekali, seperti pada bronchitis, emfisema, dan mucoviscidosis (= cystic fibrosis). Zat-zat ini mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih encer melalui proses batuk atau dengan bantuan cilia dari epitel. Tetapi, pada umumnya zat-zat ini tidak berguna ila gerakan cilia terganggu, misalnya pada perokok atau akibat infeksi.
§  Zat-zat pereda: oksolamin dan tipepidin (Asvex). Obat-obat ini dapat meredakan batuk dengan cara menghambat reseptor sensible di saluran napas, dengan akibat berkurangnya rangsangan batuk.

*     Kehamilan dan laktasi
      Kodein, noskapin, d-metorfan boleh digunakan selama masa kehamilan dan laktasi, begitu pula mukolitika, amoniumklorida, dan Ipeca. Oksolamin dan mesna keamanannya. Pentoksiverin tiak boleh digunakan selama laktasi, karena mencapai air susu dan dapat mengakibatkan napas pada bayi.




ZAT-ZAT TERSENDIRI

1.       Zat-zat pereda sentral
a.       Keodein (F.I): metilmorfin, *Codipront
Alkaloida candu ini memiliki sifat menyerupai morfin, tetapi efek analgetis dan meredakan batuknya jauh lebih lemah, begitu pula efek depresinya terhadap pernapasan. Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa sakit, biasanya dikombinasi dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi. Dosis analgetis yang efektif terletak di anatara 15 – 60 mg. Sama dengan morfin, kodein juga dapat membebaskan histamine (histamine-liberator).
            Reseorpsinya dari usus jauh lebih baik daripada morfin, begitu pula FPE-nya lebih ringan, hingga lebih kurang 70% mencapai sirkulasi besar. PP-nya hanya 7%, plasma t-nya 3-4 jam. DAlam hati zat ini diuraikan menjadi norkodein dan 10% menjadi morfin yang mungkin memegang peranan atas efek analgetisnya. Metabolitnya diekskresikan sebagai glukuroida melalui kemih, bersama 5-15% dalam keadaan utuh.
Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada obstipasi, mual dan muntah, pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi pernapasan. Dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut. Walaupun kurang hebat dan lebih jarang daripada morfin, obat ini dapat pula mengakibatkan ketagihan.
Dosis: oral sebagai aalgetikum dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimum 200 mg sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.
b.       Noskapin
Alkaloida candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren, seperti kodein dan morfin, melainkan termasuk dalam kelompok benzilisokinolin seperti alkaloda candu lainnya (papaverin dan tebain). Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, tetapi tidak mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi, sedangkan efk sedatifnya dapat diabaikan. Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat baik ini, kini obat ini banyak digunakan dalam berbagai sediaan obat batuk popular.
            Noskapin tidak bersifat analgetis dan merupakan pembebas histamine yang kuat dengan efek bronchokonstriksi dan hipotensi (selewat) pada dosis besar.
Efek sampingnya jarang terjad dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan suf.
Dosis: oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg sehari.
c.       Dekstrometofan: methoxylevorphanol, Detusif, *Romilar/exp, *Benadryl DMP
Derivat-fenantren ini (1953) berkhasiat menekan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedative, sembelit, atau adiktif. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada peyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SP.
Resorpsinya dari usus pesat dan mengalami FPE luas, di mana terbentuk glukuronida aktif dari dextorfan (=isomer-dekstro dari levorfanol). Plasma t-nya bervariasi secara individual, dari 2-4 jam sampai 45 jam.
Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromide) p.c., anak-anak 2-6 tahun 3-4 dd 8 mg, 6-12 tahun 3-4 dd 15 mg.